Tue. Apr 30th, 2024

Plantarum Online

Tahu, Tanggap, Tandang

Rupanya Lebih Baik Minta Maaf Daripada Minta Izin

2 min read

Pasca pergantian tahun, Organisasi Mahasiswa atau yang biasa disebut (ORMAWA) di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Jember mulai melakukan pergantian kepengurusan. Hal tersebut ditandai dengan rampungnya serangkaian Rapat Anggota Tahunan (RAT) atau musyawarah sejenisnya pada tiap-tiap ormawa. Begitu pula dengan lembaga Eksekutif tingkat fakultas yang dikenal dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas pertanian yang telah menyelesaikan serangkaian musyawarah besarnya. Namun, segala bentuk ketentuan-ketentuan yang dibutuhkan dalam sebuah organisasi tersebut dan belum ditetapkan dalam musyawarah besarnya, akan diataur kemudian waktu melalui Musyawarah Luar Biasa.

Terhitung sejak dilanitiknya ketua dan wakil ketua BEM pada tanggal 29 Desember 2022, dan penetapan anggota badan eksekutif mahasiswa pada tanggal 17 Januari 2023, badan eksekutif tersebut melakukan Musyawarah Luar Biasa diawal kepengurusannya. Dimana pengadaan Musyawarah Luar Biasa tersebut dapat dilaksanakan ketika terdapat segala hal yang perlu ditetapkan ditengah perjalanan kepengurusan. Menariknya, Musyawarah Luar Biasa tersebut dilakukan diawal kepengurusan, hal itu tentunya menimbulkan tanda tanya besar. Kendati demikian hal menarik lainnya yang membuatku bertanya-tanya yaitu kehadiran ormawa didalam Musyawarah Luar Biasa tersebut. Apakah orawa tidak perlu mnegetahui terkait musyawarah luar biasa tersebut?, ataukah memang musyawarah luar biasa ini tidak dibukan untuk umum, layaknya seminar program studi yang ditujukan untuk prodi itu sendiri?, atau bahkan segala bentuk perubahan dan pelaksanaan musyawarah luar biasa ini sengaja dijadikan kejutan diawal masa periode BEM?. Ntah bagaimana bisa suatu lembaga eksekutif mengadakan acara dengan tidak melibatkan komponen (sruktur dibawahnya).

Ketua umum Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) mengatakan bahwa “Untuk soundingnya kepada BPM, kepada saya sendiri selaku ketua umum memang sudah lama, itu sudah tak tanyakan juga terkait untuk muslub ini apakah hanya dari BPM saja, katanya iya”. “Terus saya tanya apakah tidak mengundang dari ormawa, katanya cukup bpm saja, tapi nanti dah terkait untuk siapa yang diundang cukup nantik. Terus dihari pelaksanaan ternyata hanya BPM saja , sebelum dimulai kami juga sounding kembali ini apakah cuma BPM saja yang di undang, temen- temen ormawa kenapa tidak diundang?. Nah kalau semisal hari ini nanti kita pending kayak gitu gimana?” lanjutnya. Bahkan acara tersebut hanya dihadiri oleh lembaga legeslatif saja, yang tidak dapat dikatakan mewakili dari keseluruhan ormawa fakultas pertanian.

“Kita belajar dalam suatu bentuk miniatur negara”, kalimat template yang sering di eluh-eluhkan
oleh manusia-manusia yang menyandang gelar maha di awal kata siswa tersebut. Layaknya suatu negara yang sangat erat dengan sistem politik didalamnya, justru semakin kesini, sistem politik yang seharusnya memainkan jalan opisisi mulai tergerus dengan mereka yang seakan iya-iya saja terhadap segala bentuk kesalahan. Seperti yang diungkapkan ketua BPM “Terkait itu tadi bahwasanya dari temen-temen iya akan mensoundingkan nanti malam terkait untuk apa namanya di forum gsw” ucapnya. “Maaf” mungkin kata tersebut cukup menjadi mantra sakti yang mampu menghipnotis semua orang. Mereka yang memaklumi setiap kesalahan bahkan yang dianggap “fatal” katanya, menambah tumpul alur pembelajar dalam sistem pemerintahan yang katanya “miniatur negara” ini. Entah bagaimana nantinya sistem politik kampus ini bergulir. Miris, mungkin itu kondisi yang saya rasakan saat menulis opini ini, mahasiswa yang harusnya berfikir kritis dituntut untuk memaklumi segala bentuk kesalahan yang mereka sadari.

Penulis : Shela Rosania

Editor : M. ‘Ubaidillah Iqbalurrizqi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *