Wed. May 1st, 2024

Plantarum Online

Tahu, Tanggap, Tandang

Menghadapi Tantangan di Tatanan New Normal

4 min read

Tahun 2020 dapat disebut sebagai salah satu tahun yang sangat membosankan. Kepelikan mulai terjadi saatwabah Covid-19 mulai masuk ke Indonesia. Pandemi ini benar-benar membuat semua hal menjadi berubah, salah satu yang membawa dampak besar bagi kehidupan sosial yakni kebijakan stay at home yang  mulai diberlakukan mulai pertengahan Maret.  Kebijakan ini secara tidak langsung juga berdampak pada beberapa sektor seperti politik, ekonomi, religi, pendidikan dan sebagainya. Salah satu sektor yang mendapat dampak besar yakni sektor ekonomi, fakta ini dapat dilihat dengan banyaknya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada beberapa perusahaan. Dilansir dari BBC.com bahkan terdapat beberapa pekerja pabrik manufaktur mesin-mesin industri dan konstruksi di Sidoarjo, Jawa Timur yang tidak mendapatkan pesangon yang biasanya didapatkan setelah adanya PHK untuk menunjang kehidupannya selama mencari pekerjaan.

Adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat beberapa kebiasaan yang sudah membudaya di masyarakat Indonesia harus mulai dihentikan sementara dengan alasan mengurangi penyebaran Covid-19. Beberapa kebijakan lain juga mulai dikeluarkan pemerintah, salah satu kebijakan yang terdengar sedikit kontroversial yakni pembebasan para narapidana. Pembebasan narapidana di masa pandemi ini tidak hanya memiliki dampak berkurangnya penyebaran Covid-19, tetapi juga berdampak pada meningkatkan jumlah kasus kejahatan di Indonesia seperti yang  dilansir dari Katadata.com

Berdasarkan grafik di atas Jawa Timur menduduki peringkat ke-3 se-Indonesia. Data tersebut merupakan laporan kejahatan yang diterima oleh Polda (red : Polisi Derah) dan diperingkatkan berdasarkan 10 laporan terbanyak di setiap Polda. Bukannya menurunkan tingkat penyebaran Covid-19, pembebasan narapidana justru mendatangkan masalah baru yaitu meningkatnya tingkat kejahatan. Tingkat kejahatan yang meningkat tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh keadaan ekonomi yang semakin lesu dan banyak orang yang kehilangan mata pencaharian.

Perekonomian yang semakin lesu serta dibarengi dengan tingkat kejahatan yang meningkat, terkendalanya kegiatan pendidikan, korban Covid-19 terus bertambah, dan banyak permasalahan lain yang terjadi. Apabila berkaca pada fakta ini pantaskah kita untuk membahas mengenai new normal? Siapkah kita apabila new normal diberlakukan ditengah lonjakan kasus yang ada saat ini?

Dilansir dari Tribun News, Korea Selatan yang merupakan negara yang dapat dikatakan sukses dalam menangani kasus Covid-19 dan sudah menerapkan new normal nyatanya saja masih mengalami kegagalan dan kembali menutup kegiatan sosial dan fasilitas umum dikarenakan adanya cluster baru. Lantas apakah Indonesia mampu ?

Isu mengenai adanya new normal ini memberikan banyak tanda tanya terhadap kebijakan tersebut. Dilansir dari CNN Indonesia salah satu organisasi Islam, yaitu Muhammadiyah tidak sepakat dengan penerapan new normal. Pendapat ini disampaikan oleh Sekertaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam Webinar yang bertajuk Tata Hidup Baru Perspektif Agama-agama. Menurutnya, konsep new normal akan menjadi problematik bila tak memiliki ukuran yang jelas terkait derajat ‘normalitas’ di tengah pandemi corona saat ini.

Pada kesempatan yang sama juga diutarakan oleh Sekertaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Jacky Manuputty. Beliau menjelaskan bahwa adanya konsep new normal ini dapat dilaksanakan jika kurva penyebaran virus corona ini menurun dan masyarakat mau bekerjasama untuk mencegah penyebaran virus ini.

Dilansir dari ayosemarang.com terdapat tujuh provinsi yang siap untuk melaksakan new normal yang disampaikan oleh Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto “Berdasarkan data R0 dari Bappenas, beberapa daerah sudah terindikasi siap yaitu, Aceh, Riau, Kalimantan Utara, Maluku, Jambi, DKI Jakarta sesudah tanggal 4 Juni nanti. Kemudian juga Jawa Barat ada beberapa daerah, Jawa Barat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sampai tanggal 29 Mei,”. Pernyataan ini disampaikan saat melakukan rapat terbatas melalui video conference pada hari Rabu, 27 Mei 2020 dengan Presiden Joko Widodo.

Penerapan new normal tidak dapat dilaksanakan di semua provinsi, seperti yang diutarakan salah satu artikel Kompas.com bahwa suatu daerah bisa melonggarkan PSBB dan memberlakukan kondisi new normal jika R0 atau tingkat penularannya di bawah angka 1. Salah satu provinsi yang tidak dapat melaksanakan kebijakan new normal adalah Jawa Timur, hal ini dikarenakan karena tingkat penularan Covid-19 di Jawa Timur masih tergolong tinggi dan saat ini menjadi provinsi dengan kasus terbanyak.

Kebijakan yang dilakukan di beberapa provinsi untuk menerapkan new normal juga diikuti dengan laporan kasus Covid-19 yang juga bertambah. Dilansir dari Kompas.com bahwa laporan pemeriksaan pada hari Minggu (21/06/2020) dilakukan pemeriksaan terhadap 639.385 spesimen “Dari pemeriksaan itu, terkonfirmasi 862 kasus baru sehingga total menjadi 45.891 kasus,” ujar Yurianto. Dilansir dari Kompas.com (21/06/2020) peningkatan di Jawa Timur memiliki jumlah kasus positif sebanyak 9.528 orang, sembuh 2.855 orang, dan meninggal dunia 731 orang. Berdasarkan laporan Liputan6.com (21/06/2020) Kota Surabaya menjadi kota yang memiliki jumlah kasus yang terbanyak dengan jumlah kasus positif sebanyak 4.629 orang, sembuh 1.595 orang, dan meninggal dunia 355 orang.

Penyebaran yang semakin menurun tentunya menjadi impian setiap masyarakat Indonesia agar pandemi ini segera berakhir dan masyarakat dapat beraktivitas normal. Selandia Baru menjadi negara yang tidak kembali memiliki kasus Covid-19, hal ini disampaikan oleh Kementerian Kesehatan Selandia Baru pada 8 Juni 2020 yang mengumumkan bahwa negara tersebut tidak lagi memiliki kasus aktif Covid-19. Kasus terakhir ditemukan di Selandia Baru pada 22 Mei lalu. Pemerintah Indonesia mungkin bisa mencontoh kebijakan yang diterapkan pada negara tersebut untuk dapat menghentikan kasus penyebaran Covid-19 ini, sepertinya bukan mungkin lagi tapi harus dilakukan oleh pemerintah kita.

Tujuan dari kebijakan new normal ini akan terlaksana dengan baik apabila diikuti oleh kesadaran masyarakat dalam menaati kebijakan yang dibuat pemerintah. Hal ini akan menjadi percuma apabila upaya pemerintah tidak dibarengi dengan kesadaran masyarakat. Suatu tujuan akan tercapai apabila semua komponen masyarakat mau bekerja sama dalam mencapai tujuan tersebut. Indonesia yang saat ini sedang menuju tatanan new normal perlu tentunya dukungan dari beberapa elemen masyarakat, agar tatanan new normal ini dapat terlaksana di semua Provinsi di Indonesia.

Penulis : Kholid Mawardi

Editor : Erlita Diah Salsahbila, Lara Putri K, Nur Lailin N dan Nur Aida

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *