Radikalisme Adalah Cinta
4 min readRadikalisme, isu yang laku keras di Indonesia terhadap konflik-konflik terorisme yang dilakukan beberapa kelompok tertentu dan terkadang diindikasi mengatasnamakan salah satu keyakinan yang dianut. Menilik arti radikalisme menurut KBBI yang sebagian besar masyarakat Indonesia pahami adalah suatu tindakan ekstrem untuk menegakkan ideologi yang dipercayai pelaku radikalisme tersebut, cita-citanya adalah merubah tatanan sosial yang ada pada masyarakat sekarang dengan cara cepat dan praktis. Beberapa aksi terorisme yang didasari pada konsep radikalisme secara umum kerap terjadi di Indonesia yang identik dengan pengeboman tempat umum atau bahkan tempat ibadah. Hal ini mengindikasikan suatu sikap intoleran kepada kelompok penganut paham/keyakinan yang lain, hal-hal yang ditakuti suatu kelompok apabila keyakinan yang dipercaya nantinya tergerus oleh keyakinan lain.
Islam pada masa ini sering disebut-sebut banyak terpapar paham ini dengan didasari oleh beberapa kasus terorisme yang ternyata terkait dengan kelompok-kelompok penganut keyakinan ini. Kasus bom tempat ibadah di Surabaya pada tahun 2018, bom Bali tahun 2002, dan tragedi genosida lainnya adalah contoh kasus yang terindikasi dilakukan oleh kelompok penganut keyakinan islam radikal. Penganut paham yang disinyalir berbau radikalisme diduga kuat mempunyai keyakinan bahwa keyakinan yang dianut lah yang paling benar, tidak boleh ada paham lain atau yang lebih sering kita dengar atau baca sih “surga cuma milik kita-kita orang”. Serangkaian aksi terorisme dari dalam negeri sampai luar negeri yang diindikasi dari pengikut ajaran kelompok ekstremis ini mengatasnamakan agama Islam, agama yang mengajarkan kebaikan. Ya, kebaikan.
Dampak dari adanya kasus-kasus kejahatan yang mengatasnamakan suatu keyakinan ini dirasa mempunyai efek yang luas terhadap penganut keyakinan yang sama dengan pelaku terorisme. Pengkambing hitaman terhadap seseorang dalam keyakinan sama atau bahkan memakai busana yang sama dengan teroris juga sering dilakukan oleh masyarakat. Kondisi ini menyebabkan beberapa orang atau kelompok penganut ajaran suatu keyakinan yang apabila dilihat berbeda daripada umumnya akan mendapatkan persekusi dari masyarakat. Tidak semua yang berjenggot, memakai celana di atas mata kaki (isbal) dan memakai gamis adalah penganut paham yang salah/ekstremis, bisa jadi mereka menjalankan anjuran/sunnah yang ada. Nyatanya permasalahan terorisme dan radikalisme tidak selalu dari golongan orang yang berkeyakinan Islam. Beberapa kasus terorisme yang lain juga ditemukan bahwa pelaku berasal dari orang yang berkeyakinan lain, seperti contoh kasus penembakan di salah satu masjid di Christchurch, New Zealand. Pelaku melakukan penembakan keji yang disiarkan secara langsung di Facebook, rekaman menunjukkan pelaku menembak jamaah yang sedang beribadah atau istirahat di dalam masjid. Hal ini membuktikan bahwa pelaku terorisme berdasarkan radikalisme tidak selalu dari golongan Islam.
Ustadz Syam El Marusy dalam salah satu dakwahnya pernah bercerita tentang sikap toleransi yang diperlihatkan oleh Rasulullah SAW kepada seorang kafir yang sering membuat ulah dan onar kepada kaum muslimin di kota Madinah saat itu, ia bernama Tumama. Saat itu Tumama ditangkap oleh salah satu sahabat Rasulullah kemudian diikat di tiang masjid, Rasulullah pun menawarkan untuk melepaskan dirinya. “Jika kamu mau melepaskanku, maka lepaskanlah aku tanpa syarat. Jika tidak, maka bunuh lah aku karena itu memang pantas”, Jawab Tumama. Rasulullah tetap menanyakan hal tersebut selama tiga hari berturut-turut dan tetap memberi makan dan minum meskipun dia seorang tawanan dan jawaban Tumama masih saja sama. Pada hari ketiga itu pula Rasulullah meminta agar Tumama dilepaskan dan Tumama pun pulang ke rumah dan pergi ke masjid untuk membaca dua kalimat syahadat. Tumama menjelaskan bahwa dalam tiga hari tersebut ia melihat akhlak Rasulullah dan para sahabat yang membuat ia yakin untuk memeluk agama Islam. Tumama memaparkan bahwa jika ia masuk Islam karena ditawari oleh Rasulullah untuk dilepaskan, maka dia masuk Islam karena ada maunya.
Dari kisah toleransi dan cinta Rasulullah pada sesama ini menggambarkan bahwa cinta kepada manusia dapat mengalahkan kebencian. Sangat disayangkan apabila suri tauladan yang memberi contoh baik tersebut tidak dilakukan dengan baik pada masa kini, kita sedang gawat akan toleransi. Terlibat adu argumen dengan pemeluk agama lain juga seharusnya dapat kita lakukan dengan santun sesuai dengan perintah Allah dalam Q.S. An-Nahl : 125 yang berbunyi ,”Dan berdebatlah dengan mereka dengan cara baik”. Bahasa dan tutur kata yang baik adalah alat untuk mencapai kedamaian, penilaian seseorang pada awalnya adalah tutur katanya yang baik atau buruk. Kedamaian tidak semu, damai hanya belum hadir apabila cinta kepada sesama dalam dunia masih redup.
Dalam bahasa biologi, radikal berasal dari kata radicula yang artinya akar. Dari sini saya mengartikan bahwa paham radikal adalah sebuah paham yang benar-benar menaruh perhatian pada inti suatu keyakinan. Saya memahami bahwa setiap agama mengajarkan kebaikan, melalui jalannya masing-masing yang tentunya berbeda dalam cara mengemasnya. Arti besar radikal dalam suatu keyakinan menurut saya adalah cinta, inti dari sebuah keyakinan adalah mengajari manusia untuk mencintai sang pencipta, lingkungan, dan sesama manusia.[]
Oleh: Muhammad Gazza Daffa Viali
Editor: Famnun Alaina