Sat. Dec 7th, 2024

Plantarum Online

Tahu, Tanggap, Tandang

Jeratan Kebijakan Kepada Petani Tembakau

2 min read

Keberadaan rokok akhir-akhir ini menjadi sorotan dikalangan masyarakat. Bahkan tak jarang merokok menjadi salah satu kegiatan yang wajib dilakukan oleh para pria untuk melengkapi harinya. Sebelum membahas lebih jauh mengenai rokok, perlu kita ketahui bahwa kebiasaan merokok lahir dari orang-orang eropa yang menjadikan rokok sebagai gaya hidup mereka. Gaya hidup tersebut terbawa hingga masa masa penjajahan, sehingga banyak bangsa eropa khususnya belanda membawa kebiasaan tersebut ketempat jajahan. Indonesia yang merupakan negara yg pernah menjadi tempat jajahan. Lalu pada masa masa itu banyak pribumi yang mencontoh kebiasaan merokok dan menjadikan rokok menjadi hal yang lumrah dikalangan masyarakat. Berkembang pesatnya pasar tembakau yang merupakan bahan utama dari rokok, menyebabkan bisnis tembakau dijadikan salah satu prioritas oleh (Vereenigde Oostindische Compagnie) VOC.

Sistem tanam paksa yang mulanya dilakukan oleh Thomas Stamford Raffles dari Inggris kemudian diwariskan oleh VOC dari Belanda pada tahun 1650. Hal ini yang menyebabkan beberapa lahan di nusantara menjadi lahan untuk menanam tembakau yang selanjutnya dijadikan komoditas ekspor oleh pemerintah Belanda.Perkembangan tembakau yang semakin pesat karena penanamannya yang begitu masif ternyata dimanfaatkan juga oleh para pribumi untuk berbisnis demi memenuhi kebutuhan sehari-harinya.Namun yang mulanya hal lumrah dan menjadi salah satu sumber pencaharian masyarakat pribumi, kini semakin berkembangnya jaman kebiasaan merokok menjadi sorotan dan perbincangan hangat di kalangan masyarakat, terlebih prespektif negatif yang disematkan pada rokok. Isu hingga dampak kesehatan menjadi dasar masyarakat menilai rokok berbahaya dan tidak dianjurkan untuk menjadi kebiasaan. Berawal dari masyarakat, kini pemerintah ikut menyoroti hal tersebut sehingga muncul beberapa kebijakan yang bertujuan untuk membatasi penggunaan dan keberadaan rokok. Mulai dari aturan non subsidi pada pupuk tanaman tembakau hingga Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan Pasal 154 yang menempatkan tembakau sebagai produk yang setara dengan narkotika dan zat adiktif lain.

Kebijakan kebijakan yang awalnya ditujukan untuk pembatasan kebiasaan merokok malah cenderung berpotensi melumpuhkan penghasilan petani tembakau dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)  yang bergerak di tembakau.  Yasid selaku ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Bondowoso mengungkapkan “Tatkala Rancangan Undang Undang itu disahkan menjadi Undang-undang itu petani di kategorikan atau dikriminalisasi, dan sama dengan ganja bisa dihukum”. Kebijakan itu menciptakan kecemasan terhadap nasib petani tembakau kedepannya “maka petani tembakau tidak akan bisa berlanjut” tambahnya.

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2022 Indonesia memproduksi tembakau sebanyak 225,7 ribu ton, turun 8% dibanding tahun sebelumnya. Pada 2022, sekitar 99,6% produksi tembakau nasional berasal dari perkebunan rakyat, yakni perkebunan yang dikelola masyarakat dengan skala usaha kecil atau usaha rumah tangga. Sementara 0,4% sisanya berasal dari perkebunan besar, yaitu perkebunan yang dikelola secara komersial oleh perusahaan berbadan hukum, terdiri dari Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) Nasional/Asing. Data tersebut menunjukkan fakta bahwa komoditas tembakau yang menjadi bahan utama rokok menjadi salah satu tonggak mata pencaharian yang memang dikelola oleh rakyat sendiri dan memiliki dampak yang cukup luas jika kebijakan dibuat tanpa memikirkan nasib petani dan pelaku usaha tembakau . Maka harus ada solusi yang bijak yang ditawarkan pemerintah agar pembatasan rokok dapat tercapai tetapi tidak mematikan penghasilan petani dan pelaku usaha yang bergerak di tembakau.

Penulis: Ferry Dinata

Ilustrator : Firda Qurratu’aiyyun

Editor : Shela Rosania

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *