Thu. May 2nd, 2024

Plantarum Online

Tahu, Tanggap, Tandang

Tragedi Semanggi 2 : Kilas Balik Pahit Reformasi Indonesia

3 min read

Refomarsi di Indonesia adalah tonggak sejarah yang mengubah wajah negara ini. Setelah berpuluh-puluh tahun dalam genggaman pemerintahan otoriter, reformasi membawa harapan akan demokrasi dan kebebasan. Namun, terdapat harga mahal yang harus ditebus menuju harapan dan impian tersebut. Harga yang tidak akan mudah untuk dilupakan. Tragedi Semanggi 2, salah satu bab berdarah dalam reformasi Indonesia.

Kasus Semanggi II terjadi beberapa bulan setelah runtuhnya rezim otoriter yang dipimpin rezim Soeharto pada Mei 1998. Meskipun Indonesia telah memasuki era reformasi, ketegangan politik dan sosial masih sangat tinggi. Dilansir dari nasional.okezone kericuhan Semanggi II dipicu oleh pengesahan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya  terjadi pada tanggal 24-28 September 1999 oleh DPR.  Adanya rencana pemberlakuan RUU PKB dianggap memberikan ruang dominasi militer di Indonesia. Pengesahan ini menimbulkan kekhawatiran berupa pembungkaman suara-suara kritis dari masyarakat dan mahasiswa. Tanggal 24 September 1999 terjadi demonstransi besar-besaran oleh mahasiswa di kawasan Semanggi, Jakarta Selatan. Selain menuntut pembatalan pengesahan RUU PKB mahasiswa juga menuntut untuk transparansi dan keadilan dalam proses pemilihan umum.

Menurut Merdeka.com unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa diwarnai dengan bentrokan antara aparat dengan massa. Puncak aksi demonstrasi penolakan RUU PKB tersebut terjadi pada 24 September 1999 yang menewaskan seorang mahasiswa UI Bernama Yap Yun Hap. Tindakan represif aparat keamanan dalam demontrasi menolak undang-undang tersebut menyebabkan 11 orang meninggal dan 217 lainnya luka-luka. Pihak keamanan menggunakan gas air mata dan peluru tajam meninggalkan luka mendalam serta trauma di hati masyarakat Indonesia.

Kasus ini akhirnya dibawa ke pengadilan militer. Sayangnya, pengadilan militer yang digelar tertutup dinilai tidak mampu mengungkap pelaku sesungguhnya. Keluarga korban  menuntut pembentukan tim penyelidik independent. Pada 2000, DPR sempat membentuk pansus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II. Kemudian pada 2001 pansus menyimpulkan tidak terjadi pelanggaran ham berat dalam peristiwa tersebut. Pada tahun yag sama pemerintah membentuk KPP HAM Trisakti, Semanggi I,dan Semanggi 2. Hasil dari KPP HAM pada tahun 2002 berbanding terbalik dengan pernyataan oleh Pansus pada tahun 2001. KPP HAM menyatakan dari peristiwa Semanggi 2 telah terjadi pelanggaran HAM berat dan 50 orang diduga sebagai tersangka. Namun hingga saat ini masih belum ada kejelasan mengenai lanjutan laporan yang dilakukan oleh KPP HAM (Sumber: Narasi). Hingga tahun 2020, tercatat 8 kali laporan KPP HAM dikembalikan oleh Kejaksaan Agung.

Pada 16 Januari 2020 Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan peristiwa Semanggi I dan Semanggi II bukan pelanggaran berat HAM dalam rapat kerja dengan komisi III pada pemaparan terkait perkembangan penanganan kasus HAM. Sayangnya, Jaksa Agung Burhanuddin tak menyebutkan kapan  rapat paripurna DPR yang secara resmi menyatakan peristiwa berdarah tersebut tidak termasuk ke dalam pelanggaran HAM berat. Pernyataan ini tertunya menimbulkan banyak penolakan terutama dari keluarga korban. Keluarga korban menuntut pemerintah atas bagaimana bentuk pertanggungjawaban pelaku dan penghukuman pelaku. Tapi hal tersebut hingga saat ini belum diwujudkan oleh negara.

Kasus ini diam ditempat selama 22 tahun karena tidak ada kemauan politik. Dalam rapat kerja dengan Komisi III itu, Burhanuddin juga memaparkan kendala dan hambatan dalam menyelesesaikan kasus HAM. Kendala tersebut berupa keberadaan barang bukti yang terbatas serta belum terbentuknya pengadilan HAM ad hoc.

Indonesia telah lima kali berganti ‘kepala’ sejak tragedi Semanggi, penyelesaian kasus ini masih hanya sebatas mimpi. Tragedi semanggi 2 adalah salah satu babak kelam dalam Sejarah Reformasi Indonesia, yang juga mencatat serankaian pelanggaran HAM yang serius. Meskipun tragis, Semanggi 2 membantu untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya HAM dalam perjalanan menuju masyarakat yang lebih adil.

Penulis : Bela Indri

Editor : Shela Rosania

Ilustrator : Firda Q.A.R.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *